Review Film: My Worst Neighbor (2023)

Review Film: My Worst Neighbor (2023)

Review Film: My Worst Neighbor Di tengah gempuran film blockbuster yang berat dan serius, sinema Korea Selatan kembali menawarkan penyegar dahaga melalui genre andalan mereka: komedi romantis yang ringan dan manis. My Worst Neighbor (judul asli: Binteumeonnuen Sai), yang dirilis pada tahun 2023, adalah film yang menyadari betul kekuatannya sebagai tontonan feel-good. Disutradarai oleh Lee Woo-cheol, film ini merupakan remake dari film Prancis tahun 2015 berjudul Blind Date.

Premisnya sangat sederhana namun sangat relevan dengan kehidupan kaum urban modern: masalah isolasi suara atau soundproofing yang buruk di apartemen murah. Cerita berfokus pada Seung-jin (Lee Ji-hoon), seorang calon penyanyi yang berjuang mengejar mimpi, dan Ra-ni (Han Seung-yeon), seorang desainer karakter yang sensitif terhadap suara. Keduanya terpisah hanya oleh satu dinding tipis yang membuat mereka bisa mendengar segala aktivitas tetangganya—mulai dari suara dengkuran, percakapan telepon, hingga nyanyian sumbang. Apa yang dimulai sebagai perang kebisingan antar tetangga, perlahan berubah menjadi salah satu kisah cinta paling unik di tahun ini.

Romansa Tanpa Tatap Muka Review Film: My Worst Neighbor

Daya tarik utama dan keunikan naratif dari My Worst Neighbor terletak pada konsep “cinta buta”-nya. Berbeda dengan rom-com standar yang mengandalkan pertemuan fisik dan kontak mata, film ini menantang kedua karakter utamanya untuk membangun chemistry hanya melalui suara. Dinding yang memisahkan mereka bukan hanya penghalang fisik, tetapi juga menjadi “jendela” pengakuan dosa.

Transisi hubungan mereka digarap dengan tempo yang pas. Awalnya, mereka saling meneror dengan suara—sebuah urutan adegan komikal di mana Seung-jin menyanyi dengan keras sementara Ra-ni membalas dengan suara hantu menangis. Namun, ketika gencatan senjata terjadi, dinding itu berubah fungsi menjadi teman bicara. Tanpa melihat wajah satu sama lain, mereka justru menjadi lebih jujur dan terbuka mengenai ketakutan, kegagalan, dan mimpi mereka. Film ini berhasil menangkap esensi keintiman emosional yang sering kali terlewatkan dalam hubungan fisik: kemampuan untuk benar-benar mendengar pasangan kita.

Chemistry Aktor dalam Isolasi

Tantangan terbesar dalam film ini jatuh pada pundak Lee Ji-hoon dan Han Seung-yeon (mantan anggota grup KARA). Sebagian besar adegan mereka dilakukan sendirian di ruangan masing-masing, berbicara pada tembok kosong. Namun, keduanya berhasil menghidupkan dinamika hubungan yang meyakinkan. Lee Ji-hoon tampil menawan sebagai pria yang sedikit ceroboh namun berhati hangat, sementara Han Seung-yeon berhasil menyeimbangkannya dengan karakter yang prickly (mudah tersinggung) namun sebenarnya kesepian. (berita musik)

Interaksi mereka terasa sangat natural, seolah-olah penonton sedang mendengarkan drama radio visual. Momen ketika mereka mulai menyelaraskan aktivitas sehari-hari—seperti makan malam bersama di balik tembok atau bernyanyi duet tanpa bertatap muka—adalah sorotan utama yang membuat hati penonton berdesir. Karakter pendukung, seperti teman-teman Seung-jin yang konyol, memberikan bumbu komedi yang pas tanpa mengalihkan fokus dari pasangan utama.

Realitas Mimpi Kaum Muda

Di balik balutan komedinya, My Worst Neighbor menyisipkan sub-plot yang menyentuh tentang perjuangan meraih mimpi di usia dewasa. Seung-jin digambarkan sebagai musisi yang terus gagal audisi dan dikejar tenggat waktu usia, sementara Ra-ni bergulat dengan pekerjaannya yang menuntut kreativitas namun sering diremehkan.

Dinding tipis apartemen mereka menjadi metafora bagi isolasi sosial yang dialami banyak anak muda yang merantau ke kota besar. Mereka hidup berhimpitan secara fisik, namun sering kali merasa sendirian secara mental. Film ini memberikan pesan optimis bahwa dukungan bisa datang dari tempat yang paling tidak terduga—bahkan dari “musuh” di sebelah rumah. Lagu-lagu yang dinyanyikan Seung-jin dalam film ini bukan sekadar pemanis, melainkan narasi tentang harapan yang menghubungkan kedua karakter tersebut dengan impian mereka yang sempat tertunda.

Kesimpulan Review Film: My Worst Neighbor

Secara keseluruhan, My Worst Neighbor adalah tontonan yang sangat menyenangkan dan menghangatkan hati. Film ini tidak berusaha menjadi masterpiece sinematik yang rumit; ia tahu identitasnya sebagai hiburan ringan yang efektif. Meskipun plotnya mungkin mudah ditebak dan mengikuti formula enemies-to-lovers yang klasik, eksekusinya yang rapi dan penampilan para aktornya yang likable membuatnya sangat layak ditonton.

Bagi Anda yang sedang mencari film untuk melepas penat setelah hari yang panjang, atau sekadar ingin tersenyum melihat tingkah laku orang jatuh cinta yang konyol, film ini adalah pilihan yang tepat. My Worst Neighbor mengajarkan kita bahwa terkadang, untuk melihat seseorang dengan jelas, kita tidak perlu menggunakan mata, tetapi cukup dengan membuka telinga dan hati. Sebuah komedi romantis yang manis, lucu, dan penuh dengan nada-nada cinta yang harmonis.

review film lainnya ….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *